A. KEGIATAN WIRAUSAHA YANG SUKSES
1.Kisah Pengusaha
Sukses yang Pernah Jadi Supir Taksi Kini Juragan Roti
Buchori, begitu pria bernama lengkap
Buchori Al Zahrowi ini biasa dipanggil, Buchori menjadi sosok
pengusaha muda sukses yang rendah hati. Lelaki kelahiran Bantul, 26 Maret 1969
ini dalam hidupnya pernah jadi sopir taksi selama tiga tahun dan sekarang
menggeluti usaha Roti dan Kue “AFLAH” yang berarti lebih.Usaha yang
digelutinya sekarang sudah berkembang dan membiakkan beberapa outlet di
berbagai kota, antara lain Yogyakarta, Kutoarjo, Purworejo, Grabag dan
Purwodari. Usaha yang dikelolanya sekarang ini membuatnya semakin mantap dalam
menjalankan bisnisnya, walau krisis menghadang. Karena dengan krisis ini,
menurut Buchori difahami menjadi sebuah peluang, karena banyak lahan yang
ditinggalkan oleh para pengusaha/pelaku usaha yang tidak tahan
terhadap goncangan badai.
Pengusaha muda sukses ini sejak SMA
sudah mandiri, tidak bergantung pada orang lain, dengan keterbatasan hidupnya
ini, maka Bapak dari 2 anak putri yaitu Bazfa Azzah Zhorifah dan
Bazfa Alya Zhofirah ini tidak memilih jalur lambat mencari uang yaitu
menjadi karyawan, tetapi memilih jalur cepat menghasilkan uang dengan cara
menjadi pengusaha. Cita-citanya ini terbukti, bahkan bukan sekedar
materi yang didapat dan berjalan maju cepat tetapi keseimbangan
spiritual yang dapat dicapai.
Kini Gilirannya Untuk Bertukar Pengalaman
Mantan aktifis kampus diera awal 90-an
di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (sekarang UIN Yogyakarta) ini,
sekarang sibuk dengan kepeduliannya dengan cara memberikan motivasi bisnis
untuk kalangan mahasiswa. Trik dan kiat bisnis yang diberikannya sederhana dan
langsung bisa diaplikasikan serta tidak terlalu banyak modal. Sudah banyak
mahasiswa yang berhasil punya keberanian membuka usaha sendiri setelah mendapat
pencerahan dan motivasi darinya. Harapannya semakin banyak anak muda dan
mahasiswa yang setelah lulus kuliah dan sudah siap mandiri dapat menciptakan
lapangan kerja sendiri.
Berbekal jaringan dan silaturrohmi yang
dibangun sejak menjadi aktifis kampus dan seringnya memberikan berbagai
pelatihan diberbagai pelosok desa, Buchori yang merupakan suami dari Tin
Khotimah ini lebih mantap melangkah dan menjadikannya modal dasar untuk memulai
usaha membuat roti dan kue dengan merk “AFLAH” yang sudah dipatenkan dengan Hak
Merek Reg. No. 000.091.841 serta sertifikat Halal MUI DIY. 121.000.001.001.08.
Pola marketing yang begitu tepat dan cepat yang menjadikan para konsumen bukan
hanya membeli produknya, tetapi lebih banyak pada ikatan emosional bathin,
inilah yang jarang dimiliki oleh para pengusaha. Keloyalan dan kesetiaan para
konsumen menjadikan bisnisnya berkembang pesat.
2.kisah sukses
pengusaha tempe indonesia
Tokyo, Detij.com. Terlahir di kota kecil Grobogan, Jawa
Tengah ternyata tidak menyurutkan semangat juang Rustono (43) untuk meraih
mimpi besarnya. Siapa sangka bila seorang mantan bell boy Hotel Sahid
Yogyakarta ini sekarang bisa sukses merintis usaha tempe di negeri sakura
(Jepang) serta mendapatkan gelar khusus yakni The King of Tempe.
Meskipun
bisnisnya kini telah berkembang dengan pesat, namun perjalanan suksesnya dalam
membangun usaha tempe tidaklah semulus apa yang kita bayangkan. Setelah
memutuskan untuk menuntut ilmu di Akademi Perhotelah Sahid pada tahun 1987, Ia
kemudian merintis karirnya sebagai seorang bell boy di Hotel Sahid Yogyakarta
hingga bertahun-tahun lamanya. Pengalaman inilah yang kemudian mempertemukan
Rustono dengan seorang wanita asli Jepang bernama Tsuruko Kuzumoto, yang kini
telah dipersunting sebagai istrinya.
Di tahun 1997,
Rustono memutuskan untuk hijrah ke Tokyo, Jepang untuk melanjutkan hidup baru
bersama istri tercintanya. Dari sinilah perjuangan Rustono mulai dirintis dari
awal. Ia bekerja di beberapa perusahaan Jepang mulai dari perusahaan
sayur-mayur higga perusahaan roti yang semuanya menuntut ketelitian dan
tanggungjawab cukup besar dari para karyawannya. Rustono yang saat itu
berprofesi sebagai seorang karyawan, mendapatkan banyak ilmu dari masyarakat di
negeri matahari terbit tersebut, baik dari perilaku hidup sehari-hari maupun
dari segi etos kerja para karyawan yang relatif cukup tinggi.
Awal Merintis
Usaha Tempepengusaha sukses 133x200 Sukses Merintis Usaha Tempe di Negeri
Sakura
Berbekal
pengalaman dan pengetahuannya di beberapa sektor industri, hati kecil Rustono
mulai terdorong untuk membuka peluang bisnis baru yang belum pernah ada
sebelumnya di Negara Jepang. Terinspirasi dari makanan nato (sebangsa makanan
dari kedelai yang rasanya sangat khas orang Jepang), ayah dari Noemi Kuzumoto
ini mencoba menekuni sektor bisnis makanan dan membuat tempe dengan sedikit
pengetahuan yang pernah Ia ketahui.
Proses trial and
error Ia jalani kurang lebih selama empat bulan, bahkan Ia rela pulang ke
Indonesia selama tiga bulan hanya untuk belajar membuat tempe yang lezat dari
60 pengrajin tempe di seluruh Pulau Jawa. Kuatnya tekad dan semangat Rustono
untuk terus belajar memproduksi tempe, akhirnya membuahkah hasil manis sehingga
Ia berhasil membuat tempe yang lezat dengan bantuan ragi dari Indonesia, dan
memanfaatkan sumber mata air di sekitar kediaman mertuanya.
Setelah berhasil
memproduksi tempe dengan sempurna, ternyata masih banyak kendala usaha yang
dihadapi oleh Rustono. Salah satunya yaitu mengenai izin produksi di Negara
Jepang yang cukup rumit (harus melalui berbagai tahap penelitian dan tes),
serta kendala iklim alam yang kurang bersahabat karena memiliki kelembapan
udara kurang dari 60%, sehingga proses fermentasi tempe tidak bisa berjalan
maksimal tanpa bantuan peralatan khusus yang bisa menjaga kestabilan cuaca.
Semua kendala
tersebut dijadikannya sebagai sebuah tantangan baru, hingga pada akhirnya Ia
berhasil mengantongi perizinan dari pemerintah setempat dan memasarkan produk
tempenya dengan merek Rusto Tempeh yang dilengkapi dengan ilustrasi gambar
suasana kehidupan kampung di Pulau Jawa. Dengan memanfaatkan kemasan produk 200
gram, sekarang ini kapasitas produksi Rusto Tempeh bisa mencapai 16.000 bungkus
setiap lima hari. Ia memasarkan produk tempenya hampir ke seluruh kota di
Jepang, baik di perusahaan jasa boga, rumah makan vegetarian, toko swalayan,
sekolah-sekolah, hingga ke beberapa rumah sakit di Fukuoka.
Kerja keras dan
semangat juang Rustono di negeri sakura, kini telah terbayar dengan
keberhasilan usaha tempe yang Ia rintis. Bila dulunya usaha tempe Rustono
dijalankan di rumah kecilnya, kini suami Tsuruko Kuzumoto ini telah membangun
pabrik tempe di kawasan pinggir hutan yang bermata air dan memanfaatkan lahan
seluas 1.000 meter2. Semoga kisah pengusaha sukses dari Grobogan, Jawa Tengah
ini memberikan manfaat bagi para pembaca dan menginspirasi seluruh lapisan masyarakat
untuk segera memulai usaha. Maju terus UKM Indonesia dan salam sukses.
3.BISNIS
TEH SIAP SAJI
Bisnis aneka minuman cepat saji kian
mengalir. Mulai mengusung merek pribadi hingga waralaba (franchise). Bahan
dasarnya bisa susu, cincao, teh, sinom alias jamu, buah, hingga yang serba
racikan sendiri. Bisnis teh kemasan siap saji misalnya, banyak diminati
lantaran keuntungan yang diperoleh cukup besar, cara pembuatannya juga tak
sulit.
Meracik teh yoghurt kini menjadi
andalannya. Padahal, Victor Giovan Raihan, pelajar 18 tahun ini, semula hanya
iseng-iseng saja membuat minuman yang memadukan teh dan susu fermentasi ini.
Hasilnya, minuman olahannya ternyata memiliki banyak penggemar.
“Modal awalnya Rp 3 juta dengan meminjam
dari orangtua sekitar 2010. Saat ini per outlet paling apes menghasilkan Rp 2
juta per bulan. Outlet lain yang ramai bisa lebih dari itu,” aku pemilik merek
Teh Kempot ini.
Ide menamai Teh Kempot berasal dari cara orang minum teh kemasan dengan sedotan, jika teh terasa enak dan hampir habis pasti orang akan terus menyedot hingga bentuk pipinya kempot. Begitu kira-kira harapan Victor menjadikan teh yoghurt berasa paling yummy.
Sulung dua bersaudara yang bersekolah di SMA Negeri 1 Kepanjen ini memiliki 10 outlet yang dikelola sendiri dan 17 outlet yang dikelola oleh mitranya. Bermitra dengannya cukup bayar Rp 3,5 juta dan akan mendapatkan 1 paket booth (gerobak), alat masak dan 100 cup (gelas kemasan) pertama. Dua mitra diantaranya ada di Jakarta dan Palembang, lainnya tersebar di Kota Malang.
“Saya belum berani menjual hak dagang secara franchise karena masih sangat pemula. Jujur saja bisnis teh kemasan siap saji ini marjin keuntungannya bisa 350 persen. Kalau kuliner seperti, Bakso Mercon yang sedang saya kelola, marjin keuntungannya hanya 100 persen,” lanjut putra pasangan Sri Winarsih dan Bambang Hermanto.
Victor memang lebih dulu mengelola bisnis bakso, ketimbang teh yoghurt. Outlet baksonya baru ada lima, kesemuanya ada di Malang. Tahun ini, ia berencana nambah lima outlet. Bisnis yang dikelolanya ini belakangan berkembang ke minuman. Alasannya sederhana, kalau orang makan bakso pasti butuh minum.
“Saya coba beli daun teh setengah matang dari pemasok, saya kelola sendiri lalu saya mix dengan yoghurt (susu fermentasi). Ada rasa lemon tea, stoberi, dan cokelat,” ujar pria yang bermukim di Jl Panji II Kepanjen ini.
Per kemasan atau segelas teh yoghurt ukuran 250 ml dijual seharga Rp 2.000-2.500. Jumlah karyawan yang bekerja padanya kini tak kurang dari 50 orang, termasuk untuk outlet bakso dan teh yoghurt.
Setiap harinya, ia bisa menghabiskan 20 kg daun teh kering untuk diproduksi atau menjadi 70 gelas. Gula yang dibutuhkan 4 kg per outlet per hari. Sedangkan kebutuhan daging untuk bakso sekitar 20 kg per hari.
“Usaha bakso tetap akan jadi core business saya karena omzetnya besar. Kalau teh hanya sampingan. Ke depan, saya akan tambah mitra di kota-kota besar, seperti Surabaya dan Sidoarjo,” lanjut Victor.
Ia mengaku, jalan yang ia tempuh dari hasil kerja kerasnya kini membawa keberuntungan yang luar biasa di usianya yang masih belia. “Saya tidak tahu jika dulu saya mengikuti anjuran ayah untuk sekolah di kepolisian apa ‘omzet’nya akan sebesar ini. Keluarga besar saya semua di jalur angkatan bersenjata. Tapi saya tidak minat mengikuti jejak tersebut,” yakinnya.
Untuk perluasan usaha, Victor masih enggan mengajukan kredit kemana-mana. Pakai modal pribadi dan pinjam orangtua masih memungkinkan. “Toh bapak saya dapat fasilitas kredit dari bank, yakni kredit kepolisian. Saya pinjam dari situ juga,” pungkasnya.
Ide menamai Teh Kempot berasal dari cara orang minum teh kemasan dengan sedotan, jika teh terasa enak dan hampir habis pasti orang akan terus menyedot hingga bentuk pipinya kempot. Begitu kira-kira harapan Victor menjadikan teh yoghurt berasa paling yummy.
Sulung dua bersaudara yang bersekolah di SMA Negeri 1 Kepanjen ini memiliki 10 outlet yang dikelola sendiri dan 17 outlet yang dikelola oleh mitranya. Bermitra dengannya cukup bayar Rp 3,5 juta dan akan mendapatkan 1 paket booth (gerobak), alat masak dan 100 cup (gelas kemasan) pertama. Dua mitra diantaranya ada di Jakarta dan Palembang, lainnya tersebar di Kota Malang.
“Saya belum berani menjual hak dagang secara franchise karena masih sangat pemula. Jujur saja bisnis teh kemasan siap saji ini marjin keuntungannya bisa 350 persen. Kalau kuliner seperti, Bakso Mercon yang sedang saya kelola, marjin keuntungannya hanya 100 persen,” lanjut putra pasangan Sri Winarsih dan Bambang Hermanto.
Victor memang lebih dulu mengelola bisnis bakso, ketimbang teh yoghurt. Outlet baksonya baru ada lima, kesemuanya ada di Malang. Tahun ini, ia berencana nambah lima outlet. Bisnis yang dikelolanya ini belakangan berkembang ke minuman. Alasannya sederhana, kalau orang makan bakso pasti butuh minum.
“Saya coba beli daun teh setengah matang dari pemasok, saya kelola sendiri lalu saya mix dengan yoghurt (susu fermentasi). Ada rasa lemon tea, stoberi, dan cokelat,” ujar pria yang bermukim di Jl Panji II Kepanjen ini.
Per kemasan atau segelas teh yoghurt ukuran 250 ml dijual seharga Rp 2.000-2.500. Jumlah karyawan yang bekerja padanya kini tak kurang dari 50 orang, termasuk untuk outlet bakso dan teh yoghurt.
Setiap harinya, ia bisa menghabiskan 20 kg daun teh kering untuk diproduksi atau menjadi 70 gelas. Gula yang dibutuhkan 4 kg per outlet per hari. Sedangkan kebutuhan daging untuk bakso sekitar 20 kg per hari.
“Usaha bakso tetap akan jadi core business saya karena omzetnya besar. Kalau teh hanya sampingan. Ke depan, saya akan tambah mitra di kota-kota besar, seperti Surabaya dan Sidoarjo,” lanjut Victor.
Ia mengaku, jalan yang ia tempuh dari hasil kerja kerasnya kini membawa keberuntungan yang luar biasa di usianya yang masih belia. “Saya tidak tahu jika dulu saya mengikuti anjuran ayah untuk sekolah di kepolisian apa ‘omzet’nya akan sebesar ini. Keluarga besar saya semua di jalur angkatan bersenjata. Tapi saya tidak minat mengikuti jejak tersebut,” yakinnya.
Untuk perluasan usaha, Victor masih enggan mengajukan kredit kemana-mana. Pakai modal pribadi dan pinjam orangtua masih memungkinkan. “Toh bapak saya dapat fasilitas kredit dari bank, yakni kredit kepolisian. Saya pinjam dari situ juga,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar